Keaadilan
oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah
orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates
memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan
tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan
tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab
pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu
Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah
sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan
kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah
diyakini atau disepakati.
Menurut
pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan
pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada
keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain,
keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya
dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
Berbagai
Macam Keadilan
- Keadilan legal atau keadilan moral
Plato berpendapat bahwa keadilan
dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan
menjadi kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil setiap orang menjalankan
pekerjaan menurut sifat dasarnya paling cocok baginya ( the man behind the gun
). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan oleh yang lainnya
disebut keadilan legal
- Keadilan distributive
Aristotele berpendapat bahwa
keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama
dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan tidak sama (justice is done when
equels are treated equally).
- Keadilan komutatif
Keadilan ini
bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum.Bagi
Aristoteles pengertian keadilan ini merupakan asas pertalian dan ketertiban
dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan
ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam
masyarakat.
Contoh Kasus Ketidak adilan
”Hukum hanya berlaku bagi pencuri kakao, pencuri
pisang, & pencuri semangka, koruptor dilarang masuk penjara.”
Supremasi hukum di Indonesia masih harus direformasi
untuk menciptakan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap
sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang
terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya
setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi
masyarakat kalangan bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun
bagi masyarakat kalangan atas atau pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya
menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Ine jelas merupakan sebuah ketidak
adilan.
Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan
kurungan adalah salah satu contoh ketidak adilan hukum di Indonesia. Kasus ini
berawal dari pencurian 3 buah kakao oleh Nenek Minah. Kami setuju apapun yang
namanya tindakan mencuri adalah kesalahan. Namun demikian jangan lupa hukum
juga mempunyai prinsip kemanusiaan. Masak nenek-nenek seperti itu yang buta
huruf dihukum hanya karena ketidaktahuan dan keawaman Nenek Minah tentang
hukum.
Menitikkan air mata ketika kami menyaksikan Nenek
Minah duduk di depan pengadilan dengan wajah tuanya yang sudah keriput dan
tatapan kosongnya. Untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek Minah harus
meminjam uang Rp.30.000,- untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan
yang memang jaraknya cukup jauh. Seorang Nenek Minah saja bisa menghadiri
persidangannya walaupun harus meminjam uang untuk biaya transportasi. Seorang
pejabat yang terkena kasus hukum mungkin banyak yang mangkir dari panggilan
pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat. Tidak malukah dia
dengan Nenek Minah? Pantaskah Nenek Minah dihukum hanya karena mencuri 3 buah
kakao yang harganya mungkin tidak lebih dari Rp.10.000,-? Dimana prinsip
kemanusiaan itu? Adilkah ini bagi Nenek Minah?.
Bagaimana dengan koruptor kelas kakap?. Inilah
sebenarnya yang menjadi ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Begitu
sulitnya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Apakah karena mereka punya
kekuasaan, punya kekuatan, dan punya banyak uang ? Sehingga bisa mengalahkan
hukum dan hukum tidak berlaku bagi mereka para koruptor. Kami sangat prihatin
dengan keadaan ini.
Sangat mudah menjerat hukum terhadap Nenek Minah,
gampang sekali menghukum seorang yang hanya mencuri satu buah semangka, begitu
mudahnya menjebloskan ke penjara suami-istri yang kedapatan mencuri pisang
karena keadaan kemiskinan. Namun demikian sangat sulit dan sangat
berbelit-belit begitu akan menjerat para koruptor dan pejabat yang tersandung
masalah hukum di negeri ini. Ini sangat diskriminatif dan memalukan sistem
hukum dan keadilan di Indonesia. Apa bedanya seorang koruptor dengan
mereka-mereka itu?
Saya tidak membenarkan tindakan pencurian oleh Nenek
Minah dan mereka-mereka yang mempunyai kasus seperti Nenek Minah. Saya juga
tidak membela perbuatan yang dilakukan oleh Nenek Minah dan mereka-mereka itu.
Tetapi dimana keadilan hukum itu? Dimana prinsip kemanusian itu?. Seharusnya
para penegak hukum mempunyai prinsip kemanusiaan dan bukan hanya menjalankan
hukum secara positifistik.
Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah
yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai
kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara
dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya
melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke
penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara
milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya.
Oleh karena itu perlu adanya reformasi hukum yang
dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat
pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara
berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi
yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek
kemanusiaan.
Sedangkan Artalyta
Suryani alias Ayin, seorang pengusaha Indonesia yang
dikenal karena keterlibatannya dalam kasus penyuapan jaksa kasus Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI). Artalyta
dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dan dijatuhi
vonis 5 tahun penjara pada tanggal 29 Juli 2008 atas penyuapan terhadap Ketua Tim
Jaksa Penyelidik Kasus BLBI Urip Tri Gunawan senilai 660.000 dolar AS. Kasus ini
mendapat banyak perhatian karena melibatkan pejabat-pejabat dari kantor Kejaksaan Agung, dan
menyebabkan mundur atau dipecatnya pejabat-pejabat negara. Kasus ini juga
melibatkan penyadapan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan hasil
penyadapan tersebut diputar di stasiun-stasiun televisi nasional
Indonesia.
Tanggapan
Melihat
dua kasus di atas orang awam pun masih bisa melihat ketidak adilan yang terjadi
oleh dua wanita di atas, dimana seorang nenek hanya dengan mencuri tiga buah
kakao harus menerima hukuman penjara 1,5 bulan dan masa percobaan tiga bulan,
sedangkan kasus Artalyta yang sudah merugikan negara hanya di vonis hukuman
penjara selama 5 tahun, dan fasilitas yang ada di tahanannya pun sangat mewah
layaknya hotel bintang 5. Jelas disini terlihat orang miskin yang tidak punya
pangkat dan harta harus berjuang untuk mendapatkan keadilan, sedangkan orang
kaya dan berpangkat bisa dengan mudahnya memanipulasi hukum.
Dimana
letak dari keadilan itu kalau pemerintah sendiri tidak pernah adil. Seharusnya
mereka yang jadi pemimpin bangsa harus adil jangan hanya pandang bulu. Rakyat
kecil mengharapkan sebuah keadilan dari negara. Siapa yang salah harus dihukum
dan yang benar harus dibebaskan. Keadilan juga harus lebih di tegakkan jangan
cuma karena di beri duit jadi keadilan yang sesungguhnya tidak seperti
kenyataannya. Keadilan sangat diharapkan dan perlu penegasan dalam
melakukannya.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar